Seorang bocah tak bisa bayar Paket COD karna uangnya habis karna mmjadi korban zeus #News #berita #ZEUS #Slot #Game More
Sem sequelas, Lula deve voltar às atividades na próxima semana! #LulaCirurgia #KwaiNotícia #NotíciasDeÚltimaHora #viraliza #maisviews More
Laksana misil yang dilepaskan dari pesawat tempur, Sonic menukik tajam, meninggalkan musuhnya beberapa meter di belakangnya. Riuh suara penonton. Sejurus kemudian ia mendarat di tangan joki pemandu. Sambil tak henti-hentinya bersikukur, ia langsung mematuk-matuk pasangannya. Sore itu, tiga pekan lalu, di pelataran luas bekas Bandara Kemayoran, Jakarta, Sonic sekali lagi membuat puas pemiliknya, Dodo Abdullah. Pria 32 tahun yang menjabat Managing Director POPS Music ini menikmati benar apa yang disebutnya "seni dalam lomba merpati tinggi", yaitu ketika merpati terlihat bagai titik di awan, lalu menukik dan mendarat di samping pasangannya. "Asyik melihat jantan dipisahkan dari betina, diterbangkan dari jarak yang jauh, tinggi, ngebut, lalu kita kelepek, langsung dia menukik tajam dan menghampiri betina, kemudian mematuk-matuk, berahi, dan akhirnya kawin," katanya sambil tersipu malu. Sonic memang hanya merpati. Tapi merpati dengan kemampuan seperti Sonic adalah bagian yang sudah sangat melekat, bahkan menjadi obsesi dengan segala konsekuensinya, dalam hidup orang-orang seperti Dodo. Cobalah menjumpai Eric Yonathan, misalnya. Di luar pekerjaan sehari-harinya sebagai presiden direktur perusahaan aki Nippondenso dan GS, ia punya kesibukan lain: mengurus peternakan merpati. Ia serius dengan pekerjaan sampingannya ini. Ia sengaja menyulap lahan kosong sekitar satu hektare di belakang pabrik di kawasan industri Cikupa Mas, Tangerang, sebagai tempat pemeliharaan dan peternakan merpati sprinter. Kandang-kandang di situ dirancang supaya merpati bisa digolong-golongkan berdasarkan umur dan jenis unggulan. Semua kandang begitu lega. Untuk kesibukan sampingan itu, Eric, 48 tahun, mengeluarkan biaya tak sedikit. "Untuk satu kandang kecil ini saja, bisa ratusan ribu rupiah," katanya. Kandang kecil itu berukuran 75x75x75 sentimeter. Di kandang itulah hasil uji coba breeding (pembiakan) atau crossing (persilangan) ditempatkan. Biang breeding atau crossing tentu membutuhkan kandang lain yang lebih besar. Kandang yang ini berukuran 1x2x2 meter dan jumlahnya puluhan. Selain itu, masih ada kandang yang berukuran di antara kedua kandang tersebut untuk merpati yang sudah punya jam terbang, keturunan istimewa. Pengeluaran biaya tak berhenti di situ. Setiap bulan Bendahara Persatuan Penggemar Merpati Balap Sprint Indonesia itu mesti merogoh saku hingga jutaan rupiah demi peliharaannya, juga untuk joki dan pengucul (tukang lepas burung). Untuk makan sehari-hari, merpati diberi vitamin dan obat, seperti atlet-lah. Setiap hari pula, selepas latihan, merpati diberi jamu--kunyit, kencur, telur, dan madu. "Kalau untuk hobi ini, saya tidak mikir harus keluar biaya berapa," katanya sembari membelai Bon Jovi, salah satu merpati kesayangannya. Darmawan Utomo, Direktur PT Utomo Dack Surabaya, sependapat. Maklum, seperti halnya Eric, pria 51 tahun ini juga berniat mencetak juara di tiap perlombaan merpati balap. Berbeda dengan merpati tinggi, yang diadu untuk menempuh jarak jauh, merpati balap sengaja dipacu agar beradu cepat dalam jarak pendek (sprint), antara 600 dan 1.200 meter. Merpati bisa terbang melawan arah angin, tidak tinggi, dan bisa hanya mencapai tinggi dengkul orang dewasa saja. Di Jakarta penggemar merpati balap mencapai 200-an orang. Untuk skala nasional, jumlahnya 500-an orang. Persatuan Penggemar Merpati Balap Sprint Indonesia termasuk organisasi penggemar merpati yang rutin menyelenggarakan lomba hingga ke tingkat nasional. Kejuaraan tingkat nasional biasanya jadi tolok ukur. "(Lomba) merpati itu ibarat adu gengsi," kata Turiman, 37 tahun, seorang pencetak merpati balap di Bandung. Menurut sejarahnya, manusia tertarik dengan merpati sejak 5.000 tahun sebelum Masehi. Selama berabad-abad, lewat program seleksi, manusia telah mengembangkan lebih dari 200 varietas merpati di berbagai tempat dengan ukuran, bentuk, warna, dan tanda-tanda yang khas serta bervariasi. Merpati (Columba livia atau Rock Dove atau Feral Pigeon) selalu hidup berdampingan dengan manusia dan sering menjadi bagian penting: pengantar surat dan hewan kesayangan. Selain itu, merpati sudah lama dikenal sebagai pembawa pesan ke seluruh dunia. Karena kecepatannya, simbol kesucian dan perdamaian itu kemudian dilombakan. Atas prakarsa negara seperti Belgia, Amerika Serikat, Belanda, dan Inggris, terciptalah merpati balap. "Merpati di Indonesia termasuk keturunan dari Belgia. Kemudian disilangkan, sehingga jadi peranakan sini," kata Bob Pandahan, Ketua Persatuan Olahraga Merpati Pos Indonesia (POMSI). Breeding atau crossing adalah cara jitu mencetak merpati andal. Tidak heran, para penggemar merpati akan bertandang ke berbagai daerah untuk mendapatkan juara atau keturunannya. Merpati yang diperoleh lalu dikawinkan dengan betina keturunan andal pula, hingga mendapatkan bibit juara baru. "Dalam umur tiga setengah bulan, merpati sudah bisa dilatih. Kalau umurnya sudah 7-8 bulan, merpati itu siap tanding. Di sana bisa kelihatan, apakah burung itu bibit juara apa tidak," kata Eric, yang mengaku sangat rinci mengurai persilangan yang ia lakukan. Todi Santoso, pengusaha dan juga pengurus POMSI, bahkan mengaku sampai pergi ke Belanda untuk mendapatkan bibit unggul. "Itu pun yang dapat saya beli hanya cucu sang juara," katanya. Darmawan, yang gemar merpati sejak berumur belasan tahun, baru bisa bangga saat ini karena--akhirnya--merpatinya bisa menyabet gelar juara di beberapa perlombaan, setelah melalui proses breeding berkali-kali. Nova, misalnya, yang kini sudah dimiliki orang lain--ditukar dua motor Yamaha--pernah menyabet gelar juara di tingkat Jawa Timur. Beberapa merpatinya yang lain sudah diincar oleh para penggemar merpati. "Miky ditawar Rp 65,5 juta, Dragon Mas pernah ditawar Rp 65 juta," katanya bangga. Dan nama seperti Bon Jovi, Puma, Dinamit, yang sudah dicetak Eric, menjadi jagoan di beberapa perlombaan merpati balap lokal maupun nasional. Tidak tanggung-tanggung, harga tawarnya mencapai ratusan juta rupiah. Anakannya saja bisa berharga puluhan juta rupiah! Untuk memperoleh semua itu, pemain merpati harus selalu dekat dengan peliharaannya. Budi Santoso, Direktur PT Genteng Kali Motor Surabaya, setiap pagi dan malam selalu menyempatkan diri bermain-main dengan 100 pasang lebih merpatinya di belakang rumahnya di kawasan elite Darmo Permai. Hal yang sama dilakukan oleh Darmawan, yang selalu berusaha melihat perkembangan 35 pasang merpatinya, walau tersebar di Probolinggo, Surabaya, dan Semarang. Begitu pula Eric, yang selalu bercengkerama dengan merpati di sela-sela kesibukan kerja. Menurut dia, tak mungkin mengetahui perkembangan peliharaannya tanpa menemuinya tiap saat. "Untuk kawin saja, merpati harus diatur. Ketika bertelur, dia istirahat satu minggu, Senin sampai Sabtu. Seminggu berlomba, seminggu istirahat, begitu seterusnya. Kalau kawin tiap saat dan meloloh--memberi makan--di saat si jantan masih bertanding, itu bisa bahaya, letoi dia," kata Eric, yang mengaku bermain merpati sejak 1974, sambil tertawa. Menurut Hermanto, joki dan perawat merpati balap milik Budi Santoso, merawat dan melatih merpati bukan pekerjaan mudah, perlu kedisiplinan yang kuat. Perhatian pada fisik harus diberikan menyeluruh, mulai dari mulut, sayap, badan, hingga ekor. "Kandangnya harus bersih. Tahi dilihat, untuk mengetahui sehat-tidaknya burung itu," ujar pria 23 tahun yang mengaku menggantungkan hidupnya sebagai joki untuk lebih dari 100 pasang merpati ini. Dua hal jelas dibutuhkan untuk menyenangi merpati: ketelatenan dan biaya. "Kalau itu diabaikan, wah, repot," kata I.G.K. Manila, Direktur Akademi Olahraga Indonesia. Manila, yang mengaku banyak bermain di jenis merpati tinggi, terpaksa merelakan merpatinya yang jumlahnya sudah ratusan untuk dikelola orang lain. Alasannya sederhana: merpatinya jarang sekali menang dan menjadi juara. Bagaimanapun, penggemar merpati pasti sepakat, bermain merpati memang mengasyikkan. "Seratus persen menghilangkan stres," kata Budi. "Melihat si jantan terbang, hingga mendarat dan mematuki betinanya, sudah merupakan kesenangan sendiri," kata Manila, yang berhasrat ingin bermain lagi. Levi Silalahi (Jakarta), Adi Mawardi (Surabaya), Bobby Gunawan (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini